Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya rumah sakit melakukan penipuan dengan modus mengklaim tagihan fiktif kepada BPJS Kesehatan.
Dari hasil penelusuran Tim KPK, ditemukan ada tiga rumah sakit melakukan pemalsuan dokumen pasien atau dikenal dengan istilah penipuan phantom billing.
Hanya saja 3 rumah sakit yang melakukan penipuan phantom billing itu bukan berada di Kota Lubuk Linggau Provinsi Sumatera Selatan.
Tiga rumah sakit yang itu disinyalir melakukan penipuan phantom billing itu berada di Jawa Tengah dan dua di Sumatera Utara.
Tiga (rumah sakit) ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen,” kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam diskusi bertema “Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN” di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 24 Juli 2024.
Dipaparkan Pahala, hasil audit atas klaim dari BPJS Kesehatan, untuk satu rumah sakit di Jawa Tengah diduga melakukan klaim senilai Rp29 miliar.
Akibat perbuatan tiga rumah sakit itu Pahala mengatakan telah mengakibatkan kerugian negara dan telah dipaparkan ke pimpinan KPK.
Hasilnya pimpinan KPK memutuskan tiga rumah sakit tersebut dipindahkan ke penindakan.
Diceritakan Pahala, kasus fraud atau kecurangan di layanan kesehatan tersebut berawal saat KPK bersama BPJS dan Kemenkes melakukan studi banding ke Amerika Serikat tahun 2017 lalu.
Saat itu, tim membandingkan fraud yang terjadi di layanan Obama Care Amerika. “Kita lihat FBI bilang ternyata 3-10% klaim itu pasti ada fraud-nya di Amerika dan mereka keras kalau ada fraud dibawa ke pidana,”
Dari studi banding tersebut, selanjutnya KPK melakukan monitoring terhadap 6 rumah sakit di tiga provinsi melihat layanan kesehatan fisioterapi dan operasi katarak.
KPK menemukan ada tiga rumah sakit yang melakukan penipuan terkait catatan medis layanan fisioterapi.
Dimana ada perbedaan jumlah layanan yang telah diberikan dengan jumlah klaim.
Yakni tiga rumah sakit mengajukan tagihan klaim 4.341 kasus, namun pada kenyataannya hanya 1.000 kasus di buku catatan medis.
Artinya ada sekitar 3.000 yang diklaim sebagai fisioterapi namun tidak ada di catatan medis.
KPK juga menemukan kecurangan pelayanan kesehatan dengan modus penggelembungan klaim.
Dimana rumah sakit memberikan layanan fisioterapi 2 kali namun diklaim 10 kali. Kasus ini kata Pahala terjadi pada 2018 lalu.Dimana rumah sakit membuat catatan pemberian operasi katarak kepada warga secara fiktif.