Makassar – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi (Kajati) Agus Salim mengikuti pemaparan ekspose perkara penganiayaan untuk dimohonkan persetujuan Restorative Justice (RJ) yaitu dari Kejari Makassar dan Kejari Jeneponto, Rabu (12/6).
Ekspose Perkara untuk Penghentian Penuntutan perkara Penganiayaan tersebut dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jampidum Asep Nana Mulyana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Nanang Ibrahim Sholeh, Plt Aspidum Kejati Sulsel Dr Jabal Nur, para Kasi pada Bidang Tipidum Kejati Sulsel, Kepala Kejari Makassar dan Kepala Kejari Jeneponto.
Adapun Perkara Tindak Pidana yang dimohonkan Restorative Justice (RJ), yakni:
Perkara Tindak Pidana Penganiayaan dari Kejaksaan Negeri Makassar, melanggar Pasal 351 Pasal (1) KUHPidana, perbuatan tersebut dilakukan oleh tersangka La Ode Julkifli Als Jul Bin La Ode Yamdi (30) terhadap korban atas nama Nugriyani Als Yani (20)
Perbuatan penganiayaan dilakukan tersangka dengan cara memaksa korban untuk masuk ke dalam kios namun korban menolak sehingga tersangka emosi dan memukul pinggang bagian kanan korban menggunakan tangannya mengakibatkan korban merasa kesakitan lalu tersangka memukul pipi kanan korban hingga mengalami luka memar.
Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejari Makassar karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang disangkakan terhadap tersangka, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan luka yang diderita oleh korban kondisinya sudah pulih dan sembuh ketika dilakukan proses RJ dan telah ada perdamaian kedua belah pihak dan Masyarakat merespon positif.
Perkara Tindak Pidana Penganiayaan dari Kejari Jeneponto melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76 c UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, perbuatan tersebut dilakukan oleh tersangka Nurbaeti Binti Kamaji Nuhung (44) terhadap Anak Korban atas nama Muh. Faiz Fawwas Annur Bin Nurdin (14 tahun).
Perbuatan tersebut dilakukan tersangka dilatar belakangi emosi. Kejadian tersebut bermula ketika anak tersangka bermain bersama korban hingga secara tidak sengaja menyebabkan mata anak tersangka menjadi merah.
Dengan kejadian tersebut maka tersangka mendatangi anak korban lalu menampar pipi kiri dan pipi kanan lalu tersangka meninju anak korban pada bagian muka.
Adapun alasan permohonan RJ oleh pihak Kejari Jeneponto karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan telah ada perdamaian kedua belah pihak.
Bahwa Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Ayat (1) Jo Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memiliki ancaman pidana maksimal 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan penjara atau pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun serta masyarakat merespon positif tindakan Restorative Justice ini.
Kajati Agus Salim berpesan agar upaya yang telah dilakukan semua pihak untuk Restorative Justice (RJ) harus dihormati sebagai penegakan hukum.
“Keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan,” terangnya.