Dialog Macet Kota Makassar: HMI MPO, GMKI, PMKRI-KAMMI Soroti Urbanisasi Hingga Tata Kelola

banner 300300

Makassar – Setelah menyoroti aksi kontroversial Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menegur keras pengendara lawan arus beberapa waktu lalu.

HMI MPO Makassar menggelar diskusi dengan tema “Quo Vadis: Makassar Kota Dunia Bebas Kemacetan, Antara Tantangan dan Harapan” di Cafe Behind Space, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Kamis (24/4) malam lalu.

Dalam diskusi itu, hadir sebagai narasumber yakni Ketua Umum HMI-MPO Cabang Makassar Yusuf Kasim Bakri, Ketua Presidium PMKRI Makassar Alexander Edison, Ketua Umum Daerah KAMMI Makassar Muh Imran.

Selain mereka, turut hadir Rio Ricky Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan mewakili Ketua GMKI Cabang Makassar dan kegiatan ini dimoderatori Staf Bidang PTKP HMI-MPO Cabang Makassar, Ibnu Hajar.

Ketua Bidang PTKP HMI-MPO Makassar Muh Asri, dalam pembukaan diskusi, menyebutkan bahwa kemacetan di Makassar disebabkan oleh peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan infrastruktur jalan yang memadai setiap tahunnya.

“Salah satu aspek kemacetan di Makassar disebabkan bertambahnya jumlah kendaraan namun tidak berimbang dengan pembangunan akses infrastruktur jalan. Misalnya, jika melihat data dari BPS Makassar di tahun 2022 jumlah kendaraan bermotor yakni 1,4 juta unit meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya, namun panjang jalan di Makassar hanya meningkat sebanyak 2 persen,” sebutnya.

Muh Imran, selaku narasumber pertama mengulik aspek kemacetan di Makassar akibat adanya aktivitas penggunaan bahu jalan yang semrawut. Ia pun memotret aktivitas penggunaan bahu jalan yang terjadi di sekitaran wilayah Antang, Kecamatan Manggala.

“Jika kita berkendara di sekitaran area Antang. Terutama di dekat TPA Tamangapa, disebabkan oleh truk sampah yang parkir di bahu jalan dan bahkan mencuci mobil di sana, sehingga memperparah kepadatan lalu lintas di jalan yang sudah sempit,” paparnya.

“Inilah salah satu sebab terjadinya kemacetan. Sehingga yang terpenting mestinya pemerintah memberi perhatian serius dengan memperluas akses jalan di daerah padat dan membenahi regulasi penggunaan kendaraan besar, sehingga potensi kemacetan dapat diminimalkan,” jelasnya.

Yusuf selaku narasumber kedua, menyatakan bahwa kemacetan di Makassar disebabkan oleh ketidakjelasan antara penataan tata ruang dan sistem pengelolaan transportasi publik. Ia pun menilai bahwa pihak pemangku kebijakan tidak serius dalam mengurusi hal demikian.

“Penataan tata ruang dan sistem transportasi publik kita amburadul, sehingga menyebabkan kemacetan. Contohnya, minimnya akses trotoar. Bahkan banyak penggunaan trotoar yang tidak sesuai penggunaan utamanya, seperti dijadikan tempat parkir atau pedagang kaki lima, paparnya.

“Jadi, kita sulit membahas cara mengintegrasikan sistem transportasi publik dengan tata ruang. Sebab, kita masih berkutak pada persoalan dasar, yakni penataan tata ruang dan sistem transportasi publik, yang belum menjadi prioritas utama bagi pemangku kebijakan kita,” lanjutnya.

Senada, Edison selaku narasumber ketiga mengungkapkan bahwa populasi penduduk dan urbanisasi di Makassar yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan.

Tak sampai situ, ia juga mengkritik Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar yang dinilai tidak melakukan pemetaan serius untuk mengatasi kemacetan.

“Populasi penduduk dan urbanisasi di Makassar yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah kendaraan, yang menjadi salah satu faktor utama kemacetan. Bahkan, kemacetan sudah menjadi fenomena umum di Makassar, terutama pada sore hari,” ulasnya.

“Olehnya Dishub Makassar seharusnya memberikan solusi efektif untuk mengatasi kemacetan dengan mengkaji ulang faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, arus lalu lintas, perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan koordinasi,” sebutnya.

Narasumber terakhir, Rio Ricky narasumber, menyebutkan bahwa kemacetan di Makassar juga dipengaruhi oleh perilaku konsumtif masyarakat modern yang membuat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk setiap aktivitas.

“Selain pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, perilaku konsumtif masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi juga menjadi tantangan. Pemerintah perlu berperan aktif dengan regulasi pembatasan penggunaan kendaraan dan memperbaiki sistem transportasi publik yang lebih ramah bagi pejalan kaki,” jelasnya.

Acara diskusi publik itu terbuka secara umum. Diikuti oleh puluhan kader HMI serta lapisan masyarakat di Kota Makassar.

banner 500350
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments