Makassar – Karang Taruna (KT) Kota Makassar menggelar dialog publik dengan tema ‘Mengawal Netralitas Penyelenggara untuk Pilkada Serentak yang Bermartabat’ di sebuah kedai kopi Jalan Boulevard, Panakkukang, Kota Makassar, Rabu (20/11).
Kegiatan ini menghadirkan Polrestabes Makassar, Polda Sulsel, Bawaslu Makassar, KPU Sulsel, Pakar Komunikasi dan Pakar Politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Dalam sambutannya, Ketua KT Makassar Muhammad Dzulkifli berharap Kota Makassar dan Sulsel menjadi percontohan Pemilukada di Indonesia.
“Pilkada di Sulsel jika penyelenggaranya tidak baik, akan membuat situasi Pilkada menjadi tidak baik. Bukan cuma, para penyelenggara juga harus kita mengingatkan menjaga netralitas. Sangat banyak isu beredar, ada informasi pengarahan KPU-KPU di kabupaten untuk dukungan ke Palson, Sulsel harus kita jadilan contoh paling baik menyelenggarakan Pilkada paling baik, atau menjadi paling buruk,” ujar Muhammad Dzulkifli.
M Zul mengapresiasi kehadiran Polrestabes Makassar, Polda Sulsel, Bawaslu, KPU dan sivitas akademika di Sulsel. Zul menilai kehadiran mereka bentuk kepedulian terhadap demokrasi sehat di Sulawesi Selatan.
“Ketika profesional dan integritas tidak ditegakkan maka itu menjadi contoh paling buruk Pilkada di Sulsel. Apalagi ada istilah jika ingin menggoyahkan Indonesia, buatlah keributan di Sulsel karena Sulsel Sentral Point of Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu Kasat Binmas Polrestabes Makassar AKBP Isman Sani mewakili Kapolrestabes Makassar menegaskan anggota Polri dalam hal memilih saja tidak diberikan izin. Hal itu menurut dia sangat tegas mengatur anggota polisi tidak terlibat politik praktis.
“Aturannya sangat jelas, UU No 2 Tahun 2002 tidak menggunakan hak pilih dan dipilih. Kemudian ada aturan anggota Polri dilarang melakukan kegiatan politik praktis dan bersifat netral dalam kehidupan politik,” ujar AKBP Isman Sani yang pernah bertugas di beberapa daerah di Indonesia ini.
Pakar Politik Unhas Dr Andi Ali Armunanto menganggap diskusi sebenarnya tidak lagi membahas batasan kenetralitasan. Sebab semuanya sudah jelas dan tegas diatur dalam Undang-undang dan peraturan instansi.
Namun, dalam Pilkada dan era framing hari ini, menurut Dr Andi Ali Armunanto sebuah kewajaran nantinya dianggap sebuah hal benar. “Beberapa hari lalu misalnya, ada tudingan. Dari beberapa data yang dilaporkan, tidak ditanggapi dan digelindingkan melalui sosial media. Ketika tidak ditanggapi dianggap sebuah kebenaran,” tuturnya.