Dirreskrimsus Polda Sulsel Kombes Helmi Dimutasi, Pernah Dilaporkan ke Propam Polri Kasus Tambang

banner 300300

Makassar – Dirrekrimsus Polda Sulawesi Selatan Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf meninggalkan Polda Sulsel. Ia ditarik masuk dalam lingkaran Komjen Pol Wahyu Widada.

Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf pernah menjabat pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kalimantan Utara.

Namun Kombes Pol Helmi Kwarta Kusuma Putra kini dipromosikan jadi Wadirtipidum Bareskrim Polri. Helmi Kwarta akan dampingi Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro.

Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro adalah lulusan Akpol 1991 atau seangkatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) Kombes Helmi Kwarta Kusuma Putra dan Kapolres Luwu Timur AKBP Silvester Simamora diadukan ke Propam Polri. Mereka berdua diduga terlibat ketidakprofesionalan dalam penanganan kisruh antar-perusahaan tambang.

Adapun aduan ini dilayangkan oleh PT Asia Pasific Mining Resources diwakili kuasa hukum Henry Yosodiningrat. Henry menyebutkan keduanya diduga berpihak terhadap pihak perusahaan tambang PT Aserra Mineralindo Investama.

“Saya melaporkan Dirkrimsus Polda Sulsel ya, dan Kapolres Luwu Timur. Kemudian karena kedua pejabat itu melakukan keberpihakan dalam sengketa keperdataan masalah tambang nikel di Luwu Timur,” kata Henry di Mabes Polri, Senin (21/11).

Henry menyebutkan keduanya diduga berpihak pada saat melakukan pengawalan dirut baru PT Aserra hingga terdapat kekerasan. Namun saat itu pihak kepolisian disebut malah membiarkan adanya kekerasan oleh preman-preman yang terlibat kisruh antar perusahaan tambang ini.

“Bentuk keberpihakannya mereka ini datang bersama dengan sekelompok preman mengawal Dirut baru perseroan berdasarkan akta yang kami anggap tidak sah, yaitu pak siapa gitu Dirut baru, itu tanggal 5 November, itu hari Sabtu lho bukan hari apa, itu nggak ada perkara pidana urusan apa mereka ngawal-ngawal ke situ,” katanya.

“Kemudian di sana preman-preman itu melakukan kekerasan, ada yang mendobrak pagar, kemudian segala macam, mereka malah anggota polisi yang foto-foto, bukan memisah atau menjamin memberikan kenyamanan keamanan bagi orang yang dilakukan malam itu,” imbuhnya.

Bahkan, menurut Henry, 11 hari setelah kejadian itu, Helmi Kwarta tiba-tiba menerbitkan LP dan sprindik di hari yang sama juga. Dia menilai hal ini menyalahi tatanan aturan yang berlaku.

“Kemudian selanjutnya 11 hari setelah tanggal itu 5 November, Dirkrimsus tiba-tiba berdasarkan laporan tanggal 16 November, entah inisiatif siapa nggak tahu, ada orang bikin LP di Polda. Kemudian tanggal 16 itu juga langsung ada sprindik, yang menurut ketentuan hukum KUHAP, sprindik itu baru keluar setelah berdasarkan laporan ada lidik dulu, dari lidik ini harus ada gelar perkara untuk menentukan perkara naik sidik layak atau nggak, ini hari itu juga keluar tanpa SPDP surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari kejaksaan,” terangnya.

“Hari itu juga dibuat surat panggilan pada satu pihak, kemudian hari itu juga surat panggilan itu besoknya diantarkan supaya menghadap tanggal 18 hari Jumat jam 9 pagi,” sambungnya.

Lebih lanjut, Henry menduga adanya penyalahgunaan wewenang ata grativikasi dalam kasus ini. Dia berharap aduannya ini bisa segara diproses.

“Pertama atas dugaan keberpihakan dalam sengketa keperdataan, bentuknya ya itu tadi nganterin direktur, mendiamkan kekerasan, kemudian ditambah lagi surat-surat yang saya sampaikan tadi, ada sprindik tanggal 16 LP tanggal 16,” katanya.

“Buat saya sih ngawal nggak masalah, itu membiarkan terjadi kekerasan. Itu keberpihakan dalam penanganan perkara,” sambungnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments