Makassar – Jaksa Pengacara Negara (JPN) selaku kuasa hukum KPU Kota Makassar dalam perkara sengketa Pilkada Makassar yang bergulir di Mahkamah Konstitusi tegas membantah tudingan pemohon terkait dugaan pengarahan pemilih secara sistemik.
JPN menilai jarak TPS (Tempat Pemungutan Suara) dengan tempat pemilih berdomisi merupakan keputusan dengan berlandaskan regulasi. Yakni, pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
KPU Kota Makassar telah melaksanakan penyusunan TPS yang tahapannya dimulai dari penerimaan DP4, sinkronisasi oleh KPU, hingga pemetaan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Secara teknis penentuan pemilih dan TPS didasarkan pada Kartu Keluarga (KK), karena pada saat pengukuran awal pemetaan TPS, ketentuannya tidak boleh menempatkan penduduk yang berada dalam satu KK ditempatkan di TPS yang berbeda. Sehingga basisnya adalah KK dan alamat rumah pemilih.
KPU Kota Makassar juga mengungkapkan sudah melaksanakan distribusi Formulir C-Pemberitahuan kepada pemilih lewat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Bahkan untuk Kecamatan Pulau Sangkarrang yang merupakan daerah terjauh dan terluar di Kota Makassar, sudah distribusikan Formulir C Pemberitahuan tersebut kepada PPK pada 21 November 2024.
“Itu yang terjauh seperti itu sudah tersampaikan, sehingga tiga hari sebelum pencoblosan itu masih ada empat hari untuk memilih,” ujar Zahru di Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK, Jakarta.
Ia melanjutkan, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilihan wali kota (Pilwalkot) Kota Makassar sebesar 1.037.164 dengan tingkat partisipasi sebanyak 57 persen. Sedangkan tingkat partisipasi pada 2018 sebesar 58,98 persen dan 2020 sebesar 59,66 persen. Berdasarkan data tersebut, tidak banyak perubahan terkait tingkat partisipasi pemilih di Kota Makassar.
Meski terjadi penurunan tingkat partisipasi pemilih sekira 2 persen, KPU Kota Makassar membantah dalil adanya upaya yang menyulitkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Termasuk menolak dalil bahwa penghambatan dilakukan untuk menguntungkan dan merugikan pasangan calon tertentu.
Sementara, pihak peraih suara terbanyak dalam Pilkada Makassar 2024 lalu Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham (MULIA) selaku pihak terkait juga membantah adanya anggota KPPS ikut mengarahkan pemilih. Kuasa hukum MULIA, Damang menegaskan bahwa Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika tidak pernah merekrut tim pemenangan dari kalangan KPPS.
“Bahkan tidak ada jejak laporan maupun temuan bahwa anggota KPPS itu merupakan anggota tim sukses Pihak Terkait,” ujar Damang.
Diketahui, Pilkada Makassar diikuti empat pasang calon, mereka masing-masing Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham paslon nomor urut 1, Andi Seto Gadhista Asapa-Rezki Mulfiati Lutfi paslon nomor urut 2, Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi paslon nomor urut 3 dan Amri Rasyid-Abd Rahman Bando paslon nomor 4.
Setelah pencoblosan, quick count dan hitung resmi. Pasangan MULIA keluar sebagai pemenang. Namun KPU belum menetapkan sehubungan adanya gugatan dari salah satu Paslon ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sengketa Pilkada Makassar ini teregistrasi dengan Nomor 218/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Sidang perdana dilakukan pada Jumat (10/01) lalu dengan agenda mendengarkan pandangan pemohon.