Jakarta – Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN) menggelar sidang atas banding administratif delapan dari sembilan pegawai ASN yang mengajukan banding terhadap sanksi disipliner mendapatkan keputusan pemberhentian.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya konsisten pemerintah untuk menegakkan disiplin di lingkungan aparatur sipil negara (ASN).
Dalam sidang tersebut, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) sekaligus Wakil Ketua BPASN, Prof. Zudan Arif, menyampaikan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan evaluasi menyeluruh atas keberatan para pegawai yang menghadapi hukuman berupa pemberhentian.
Hukuman yang disengketakan tersebut mencakup dua jenis, yaitu pemecatan tanpa kehormatan dan pemecatan dengan penghargaan meski tidak atas permintaan sendiri, sebagaimana yang dijatuhkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di instansi terkait.
“Dari total 9 (sembilan) pegawai yang mengajukan banding ke BPASN, keputusan penjatuhan hukuman disiplin berupa pemberhentian diputuskan terhadap 8 (delapan) pegawai ASN, yang diperkuat lewat hasil sidang BPASN hari ini. Ketegasan penanganan kasus-kasus disiplin terhadap pegawai ASN, khususnya yang berkonsekuensi pemberhentian harus dilakukan. Ini bukti keseriusan Pemerintah lewat BKN untuk menangani disiplin ASN di Indonesia,” papar Kepala BKN Prof. Zudan Arif saat ketok keputusan pemberhentian dalam Sidang BPASN, Jumat (31/01) di Kantor Pusat BKN Jakarta.
Sidang banding mengungkapkan adanya pelanggaran serius yang meliputi ketidakhadiran tanpa alasan yang sah, penyalahgunaan zat terlarang, serta hubungan personal di luar ikatan pernikahan yang diakui hukum.
Penilaian atas keberatan para pegawai dilakukan dengan merujuk pada sejumlah peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2024 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang disempurnakan dengan PP Nomor 17 Tahun 2020 mengenai manajemen PNS, serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS.
Selain itu, wewenang BPASN yang termaktub dalam Pasal 16 PP Nomor 71 Tahun 2021 juga menjadi acuan untuk menguatkan, meringankan, memperberat, mengubah, atau bahkan membatalkan keputusan yang telah dijatuhkan oleh PPK.
Hasil persidangan administratif tersebut telah disosialisasikan kepada seluruh pihak terkait, termasuk pegawai yang mengajukan banding, PPK instansi, dan pejabat terkait.