Kisah Pluralitas dan Dedikasi Dedi Muadzin Mesjid Terapung Losari Sharing Tentang Islam ke Siswa SMA Katholik

banner 300300

Makassar – Dedi, seorang muadzin di Masjid Amirul Mukminin (Mesjid Terapung) di Pantai Losari, Makassar, berbagi pengalaman inspiratifnya dalam membimbing tiga siswi SMA Katolik yang ingin memahami lebih dalam tentang agama Islam.

Kejadian ini terjadi pada Rabu (5/7), di sela-sela kesibukan Dedi sebagai muadzin selama bulan Ramadan.

Meskipun lelah karena jarak tempuh yang cukup jauh dari tempat dia tinggal, yakni di Kabupaten Gowa ke Makassar, Dedi tetap menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi.

Sebelum mengumandangkan adzan Ashar, ia berbincang dengan beberapa jamaah dan pengurus masjid. Setelah shalat Ashar, ia dihampiri oleh Ustad Nasir yang memberitahu tentang kedatangan tiga siswi Katolik yang ingin berdiskusi tentang Islam.

Ketiga siswi tersebut, salah satunya bernama Calista, mengatakan bahwa mereka mendapat tugas dari guru agama mereka untuk mempelajari beberapa aspek penting dalam Islam, termasuk rukun iman, rukun Islam, bid’ah, dan toleransi. Dedi dengan sabar menjelaskan satu persatu poin tersebut, sembari rekaman percakapan mereka direkam oleh para siswi menggunakan ponsel mereka.

Diskusi yang paling mendalam terjadi seputar puasa, shalat, dan toleransi. Para siswi menanyakan alasan mengapa ada umat Islam yang tidak menjalankan puasa dan shalat. Dedi menjelaskan bahwa ada beberapa halangan syar’i yang dibenarkan, seperti sakit dan bepergian jauh (musafir).

Ia menekankan bahwa meninggalkan kewajiban tersebut tanpa alasan yang sah sama saja dengan menantang Allah SWT, karena puasa merupakan ibadah langsung kepada-Nya.

Terkait shalat, Dedi menjelaskan pentingnya shalat sebagai tiang agama dan sebagai pembeda antara seorang muslim dan mukmin. Ia menghubungkan kewajiban shalat dengan peristiwa Isra Mi’raj, menjelaskan bagaimana shalat menjadi sarana komunikasi langsung dengan Allah SWT. Dedi juga menceritakan “Tahun Kesedihan” Nabi Muhammad SAW, ketika wafatnya paman dan istri tercintanya, sebagai latar belakang peristiwa Isra Mi’raj dan pentingnya sabar dan shalat sebagai penolong.

Sebagai penutup, Dedi menanyakan perasaan para siswi setelah menyaksikan shalat Ashar di masjid. Mereka menjawab bahwa mereka merasa dihargai dan rasa ingin tahu mereka terjawab.

Dedi kemudian menjelaskan toleransi sebagai sikap saling menerima, menghormati, dan menghargai perbedaan keyakinan dan praktik ibadah antarumat beragama. Ia menekankan bahwa masjid terbuka bagi siapa pun yang ingin mempelajari Islam.

Kisah ini menunjukkan bagaimana sebuah pertemuan singkat dapat menjadi jembatan pemahaman dan toleransi antarumat beragama.

Dedikasi Dedi sebagai muadzin dan kesediaannya berbagi pengetahuan dengan para siswi menjadi teladan yang menginspirasi. Semoga kisah ini dapat mendorong semangat saling memahami dan menghargai perbedaan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia.

banner 500350
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments