Makassar – Debat Pilgub Sulsel telah berlangsung di Hotel Four Points, Senin (28/10/2024) malam. Salah satu hal yang hingga kini masih dibahas adalah soal data kemiskinan di Sulawesi Selatan, terutama sejak kandidat nomor urut 2 Andi Sudirman Sulaiman (ASS) menjabat Gubernur.
Merujuk Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Sulsel fluktuatif. Pada 2021 sebesar 8,78 persen, lalu menurun 8,,63 persen (2022) lalu meningkat lagi pada 2023 menjadi 8,70 persen.
Sebagai perbandingan, persentase penduduk miskin di Kota Makassar pada 2021 sebesar 4,82 persen, lalu menurun pada 2022 menjadi 4,58 persen dan sedikit meningkat pada 2023 menjadi 5,07 persen.
Jumlah penduduk miskin di Makassar sekitar 74.690 (2021), lalu menurun jadi 71.830 (2022) dan meningkat kembali menjadi 80.320 (2023).
Dalam debat itu, Andi Sudirman menyebut kemiskinan di Kota Makassar meningkat.
“Tudingan ini seolah hendak memojokkan kinerja Wali Kota Makassar dua periode yang jadi penantangnya di Pilgub Sulsel, Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto. Padahal fakta berbicara sebaliknya,” kata Asri Tadda, Juru Bicara Danny – Azhar (DIA), Rabu (30/10).
Secara statistik sejak 2021 hingga 2023, memang terdapat penambahan sekitar 0,25 persen angka kemiskinan di Kota Daeng, atau sekitar 5,630 jiwa.
Sementara di tingkat Provinsi Sulsel, kata Asri, meski terjadi penurunan persentase sekitar 0,8 persen dari tahun 2021 hingga 2023, tetapi jumlah penduduk miskinnya justru bertambah dari 0,78 juta (2021) menjadi 0,79 juta (2023).
“Ini artinya terjadi peningkatan sekitar 10.000 jiwa penduduk miskin di Sulsel selama 2021-2022. Dari sini terlihat bahwa setengah dari beban kemiskinan Sulsel ini ‘dipikul sendiri’ oleh Kota Makassar,” bebernya.
Asri mengatakan, peningkatan jumlah penduduk miskin di Kota Makassar bisa dijelaskan dengan melihat posisi Makassar sebagai ibukota Provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melampaui capaian provinsi maupun secara nasional.
“Kemajuan Kota Makassar menyebabkan tak bisa dihindarkan terjadinya urbanisasi, pergerakan masyarakat dari daerah-daerah di sekitar Makassar untuk mencari penghidupan yang lebih baik di kota ini,” ungkapnya.
Buktinya, selama kurun 2021-2013, terjadi pertambahan jumlah penduduk Kota Makassar dari 1,424,440 menjadi 1,454,960, atau sekitar 20,520 jiwa.
Fenomena ini seturut dengan hasil riset Luciana Sari dari UINAM (2018) bahwa peningkatan 1 persen Upah Minimum Kota (UMK) akan meningkatkan angka urbanisasi sekitar 5,45 persen ke Kota Makassar.
“Nah kita tahu UMK Makassar tahun 2024 bahkan naik 3,4 persen dari tahun sebelumnya, sementara tahun 2023 naiknya malah 6,93 persen dari tahun 2022,” terang Asri.
Di saat yang sama, tambahnya, justru terjadi penurunan signifikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Makassar. Tahun 2021, TPT sebesar 13,18 persen menurun drastis pada 2013 menjadi 10,60 persen. Ini membuktikan tingginya serapan tenaga kerja di Makassar.
“Hal lain yang juga menarik adalah peningkatan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Makassar, dari 190,3 triliun (2021) menjadi 226,9 triliun (2023). Tak dipungkiri, Kota Makassar menopang sekitar 39-40 persen ekonomi Sulawesi Selatan,” urainya.
Peningkatan signifikan PDRB Makassar seturut dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,31 persen pada tahun 2023, melejit jauh dibandingkan tahun 2021 yang hanya 4,47 persen. Jauh melewati pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2023 (4,51 persen) yang justru menurun dibandingkan tahun 2021 (4,64 persen).
“Seluruh angka-angka positif di atas menjadi magnet bagi kedatangan masyarakat rural yang ingin mencari kerja atau mengadu kehidupan di Kota Makassar, termasuk yang statusnya tergolong miskin atau tidak mampu menurut standar BPS,” jelas Asri.
Dia menyimpulkan, pertambahan penduduk miskin di Kota Makassar justru menjadi bukti nyata bahwa Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan saat era ASS tidak mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah sekitar Kota Makassar.
“Sangat jelas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Makassar dengan daerah lain jauh berbeda. Harusnya Pemprov bisa menjadi fasilitator untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah-daerah lain sebagai salah satu tugas dan tanggungjawab tingkat Provinsi,” ungkap Asri.
Karena itu, Asri mengajak seluruh pihak untuk melihat dengan cermat angka-angka statistik yang dipaparkan, dengan merujuk pasa fakta dan data-data pendukung lainnya. Jangan hanya asal mengutip angka.
“Selama ini Pemprov Sulsel beruntung ditopang oleh Kota Makassar, termasuk menampung migrasi masyarakat miskin dari rural ke urban. Ke depan, Pemprov harus bisa menstimulasi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah lain sehingga problem kemiskinan bisa kita selesaikan,” terang Asri.
Asri meyakini, pasangan Danny-Azhar memiliki konsep dan gagasan yang sangat jelas dan prospektif untuk memacu pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan melalui visi Sulsel Global Food Hub yang bertumpu pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kelautan, pariwisata dan ekonomi kerakyatan. (*)