Makassar – Pengamat Komunikasi Publik Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar Dr Ibnu Hajar M.Ikom menilai rezim baru Kota Makassar setelah retret di Magelang dan pelantikan di Istana semakin mudah mencapai realisasi programnya.
Meski begitu, grass root musti diberi pemahaman dengan bahasa lebih sederhana. Maksudnya, keinginan MULIA bisa saja ditafsirkan berbeda di mata masyarakat dengan janji politik saat kampanye lalu.
“Pak Appi dan bu Aliyah harus fokus atas program-program apa yang dijanjikan pada waktu kampanye. Artinya, visi besarnya harus digambarkan dengan bahasa sederhana diruang publik,” ujar Dr Ibnu Hajar.
Dia mencontohkan, banyak kepala daerah menjual obral program ke masyarakat demi ambisi, hasrat dan syahwat yang tinggi yang terkadang menjadi problem klasik (janji manis), namun berimbas pada tidak berjalannya program dan janji kampanye berujung mandeknya pembangunan karena daerah tidak mendukung, apa lagi adanya kebijakan Presiden Prabowo soal efisisensi, baik sisi anggaran dan isi kepala legislatif.
“Appi Aliyah menjadi contoh kepemimpinan, jika tidak terealisasi maka, bisa saja menjadi tradisi buruk, kurang baik di kemudian hari dan masyarakat pasti akan membandingkan realisasi program dan capaian pemimpin sebelumnya,” katanya.
Sementara, pidato dan pernyataan Wali Kota Makassar 2014-2019,2021-2025, Ir Moh Ramdan Pomanto (DP) dinilainya sebagai dukungan terbuka. Selama hampir 10 tahun menjadi pemimpin di Kota Makassar dia melihat ada sekelompok orang loyal dan dukungan terhadap DP.
Dan itu, menurut kacamata pengamat memiliki pengaruh besar dan dampak bagi pemerintahan Munafri Arifuddin-Aliyah IAS (MULIA) kedepannya.
“Terkait pidato Danny Pomanto sangat bijak sangat terbuka dan low profile dalam mengakhiri jabatannya, memberi sinyal siapa saja yang loyal terhadapnya di birokrasi untuk membantu pemerintahan baru yang memiliki semangat keberlanjutan dan sustainable,” pungkasnya.
