BACAONLINE.ID, JAKARTA – Lembaga kemanusiaan ACT (Aksi Cepat Tanggap) kini menuai sorotan. ACT diduga melakukan penyelewengan dana donasi untuk keperluan pribadi pimpinan ACT.
Dugaan mencuat setelah majalah Tempo menerbitkan laporan jurnalistiknya, dalam laporan tersebut mantan presiden ACT mengungkap berbagai hal yang melanggar dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Salah satunya, memberi gaji petinggi ACT yang disinyalir hingga ratusan juta rupiah dan kendaraan operasional mewah dari dana sumbangan masyarakat. Padahal dalam aturan tersebut jelas berbunyi, dilarang membagikan kekayaan yayasan yang berlaku bagi pengurus atau terafiliasi dengan pendiri, pembina dan pengawas.
Ternyata, dugaan penyelewangan dana sumbangan yang didonasikan untuk bantuan sosial itu tidak hanya untuk kepentingan petinggi, melainkan mengalir ke aktivitas terlarang. Hal itu diungkapkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), bahkan atas laporan tersebut sudah disampaikan ke aparat penegak hukum.
“Transaksi mengindikasikan demikian (penyalahgunaan). Indikasi kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang. Ke Densus, BNPT ya (laporan diserahkan),” kata Ivan PPATK, Senin (4/7).
Sementara itu, Presiden ACT Ibnu Khajar laporan jurnalistik Tempo, meski begitu Ibnu Khajar juga meluruskan berbagai hal yang menurutnya keliru.
“Kami mewakili ACT meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat, mungkin beberapa masyarakat kurang nyaman terhadap pemberitaan yang terjadi saat ini,” kata Ibnu dalam konferensi pers di kantor ACT, Menara 165, Jakarta Selatan pada Senin, 4 Juli 2022. “Kami sampaikan, beberapa pemberitaan tersebut benar, tapi tidak semuanya benar”.
Ia menerangkan, rata-rata biaya operasional ACT termasuk gaji para pimpinan pada 2017 hingga 2021, adalah 13,7 persen. “Rasionalisasi pun kami lakukan untuk sejak Januari 2022 lalu. Insya Allah, target kami adalah dana operasional yang bersumber dari donasi adalah sebesar 0 persen pada 2025,” kata lbnu.
Terkait fasilitas tiga mobil mewah untuk Ahyudin, Ibnu membenarkan pihaknya memang sempat membelinya. Namun, dia menyatakan bahwa mobil tersebut kini telah dijual. Dia juga menyatakan bahwa mobil tersebut digunakan untuk operasional.
“Kendaraan dibeli tidak untuk permanen, untuk tugas-tugas. Saat lembaga membutuhkan alokasi dana kembali seperti sekarang ini, otomatis dijual. Jadi bukan untuk mewah-mewahan, gaya-gayaan,” pungkasnya.